Penyakit
akar gada.
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit penting pada famili Cruciferae di
seluruh dunia. Patogen akar gada dapat menyerang pada tanaman pertanian maupun
tumbuhan liar (Semangun 2000). Kerugian yang ditimbulkannya sangat besar,
bahkan dapat tidak menghasilkan sama sekali (Djatnika 1993).
Gejala yang umum terlihat atau terjadi
pada bagian akar. Akar-akar yang terinfeksi cendawan ini akan menunjukkan
reaksi dengan pembelahan dan pembesaran sel yang menyebabkan terjadinya bintil
atau kelenjar yang tidak teratur. Selanjutnya bintil-bintil ini bersatu,
sehingga menjadi membengkak atau membesar menyerupai batang (gada) (Semangun
2000).
Penyebab penyakit ini adalah Plasmodiophora
brassicae Wor. , Cendawan ini mempunyai daur hidup yang cukup sulit, dan telah
ditemukan oleh Woronin lebih dari satu abad yang lalu (Semangun 2000). Cendawan
ini membentuk spora tahan, bulat, hialin, dan spora ini dapat berkecambah pada
medium yang sesuai, membengkak sampai mencapai ukuran beberapa kali dari ukuran
normal (Sastrosiswojo et al. 2000).
Penanaman kubis secara terus-menerus akan
meningkatkan populasi Plasmodiophora. Sampai sekarang belum tersedia jenis
kubis yang tahan terhadap penyakit akar gada. Untuk mengendalikan penyakit akar
gada ini, dapat dilakukan dengan pengapuran untuk meningkatkan pH tanah karena
cendawan ini tumbuh dengan baik pada tanah yang masam, atau secara kimiawi
dengan menggunakan pestisida seperti Brassicol (quintozene), Benlate (benomyl),
dan sebagainya.
Bercak
daun Alternaria. Penyakit ini merupakan penyakit yang
menjadi masalah khususnya pada petsai, dan menyebar luas hampir di seluruh
pertanaman kubis di dunia (Djatnika 1993).
Penyakit bercak daun alternaria ini
disebabkan oleh cendawan Alternaria brassicae atau Alternaria brassicicola.
Kedua patogen ini umumnya menyerang pada daun tua, dengan gejala khas berupa
bercak-bercak bulat coklat dan lingkaran konsentris yang merupakan kumpulan spora.
Penyebaran kedua pathogen ini dapat melalui udara atau benih (Semangun 2000).
Miselium A. brassicae bercabang-cabang,
bening, halus. Konodiofor dalam bentuk kelompok 2-10 atau lebih dengan
konidianya soliter dan kadang-kadang membentuk rantai. Miselium A. brassicicola
bercabang-cabang, bening dan kemudian berubah menjadi coklat. Konidifor tunggal
atau dalam kelompok 2-12 atau lebih dan bersepta. Konidia relatif lebih pendek
dibandingkan dengan konidia A. brassicae (Djatnika 1993).
Pengendalian dapat dilakukan dengan
perlakuan benih yang direndam dengan air hangat (50 0C) selama 15 menit, jarak
tanam yang tidak terlalu rapat sehingga sirkulasi udara berjalan dengan baik,
pergiliran tanaman dengan tanaman selain kubis-kubisan dan sebagai alternatif
terakhir dengan penyemprotan fungisida yang berbahan aktif benomil.
Busuk
hitam.
Penyakit ini dikenal dengan nama busuk hitam (black rot), busuk coklat atau
bakteri hawar daun (Djatnika 1993) dan merupakan penyakit penting di Malaysia,
Thailand, Filipina, dan Indonesia (Semangun 2000).
Gejala diawali dengan serangan pada
pori-pori air yang terdapat pada ujungujung tepi daun yang menyebabkan tepi
daun berubah menjadi kuning pucat atau klorosis yang akan meluas kebagian
tengah (Endah & Novizan 2002). Gejala khas penyakit busuk hitam ini adalah
adanya bercak kuning yang menyerupai huruf V di sepanjang pinggir daun yang
mengarah ke bagian tengah daun (Djatnika 1993). Penyakit ini disebabkan oleh
bakteri Xanthomonas campestris pv.
campestris. Bakteri ini berbentuk batang,
membentuk rantai, berkapsula, tidak berspora, dan bergerak dengan satu flagelum
polar (Sastrosiswojo et al. 2000). Patogen dapat bertahan pada biji kubis,
dalam tanah atau dalam sisa tanaman sakit (Semangun 2000).
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara
mencabut atau memusnahkan tanaman yang terserang, menjaga kebersihan kebun dari
gulma atau sisa-sisa tanaman sakit dan mengatur sistem drainase dengan baik.
Busuk
lunak.
Penyakit busuk lunak (soft rot) merupakan penyakit yang merugikan pada tanaman
sayuran termasuk kubis, baik di lapangan maupun di dalam penyimpanan dan
pengangkutan sebagai penyakit pascapanen (Djatnika 1993).
Gejala yang umum terdapat pada tanaman
kubis adalah mula-mula pada bagian yang terinfeksi terjadi bercak kebasahan
yang kemudian membesar dan mengendap dengan bentuk yang tidak teratur berwarna
coklat tua kehitaman. Jaringan yang membusuk pada mulanya tidak berbau tetapi
dengan adanya serangan bakteri sekunder jaringan tersebut menjadi berbau khas
yang menyolok hidung (Sastrosiswojo et al. 2000).
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Erwinia
carotovora pv carotovora (Jones) Dye. Bakteri berbentuk batang, berukuran
0,7x1,5 μm, tidak membentuk spora atau kapsula. Bakteri menghasilkan enzim
pektinase yang dapat menguraikan pektin (yang berfungsi untuk merekatkan
dinding-dinding sel yang berdampingan), sehingga dengan terurainya pektin
tersebut sel-sel akan terlepas satu sama lain (Semangun 2000).
Pengendalian dapat dilakukan dengan
mengatur jarak tanam yaitu menanam dengan jarak yang tidak terlalu rapat untuk
menghindarkan kelembaban yang tinggi atau pengendalian pascapanen yang
dilakukan dengan mencuci tanaman dengan air yang mengandung klorin, mengurangi
terjadinya luka dalam penyimpanan dan dan pengangkutan serta menyimpannya dalam
ruang yang cukup kering/kelembaban rendah.
0 Response to "Penyakit Yang Sering Menyerang Tanaman Kubis"
Post a Comment